Wednesday, March 12, 2014

Retret Hutan Perdana (1) - Persiapan dan Hari H

Akhir minggu yang baru lewat ini, aku melewatkannya di sebuah forest monastery, Wat Buddha Dhamma, di Dharug National Park.

Awal cerita kenapa bisa berakhir disana adalah, di tengah suasana sibuk dan jadwal padat di kampus, terasa sekali tubuh, pikiran dan emosi semakin hari semakin labil. Aku pun berusaha sit rutin untuk menyeimbangkannya. Nah, di tengah kesibukan itu, datanglah tawaran seorang teman, "Mau weekend retreat ga di Wat Buddha Dhamma? Forest monastery gitu. Nyampe Jum'at malam, dan cabs lagi Minggu siang".

Karena emang lagi butuh retret, aku pun mengiyakan tanpa pertimbangan apa-apa lagi. Letaknya dimana tak tau, perginya gimana ga tau, berapa lama perjalanan pun tak jelas. Teman ku bilang ada temannya yang akan menyetir, jadi aku hanya perlu bertemu mereka di suatu tempat dan akan disetirin ke lokasi retret.

Setelah mengiyakan, aku mulai email office WBD untuk formulir pendaftaran. Retret nya akan mengikuti tradisi Theravada, dan bikkhunya itu murid Ajahn Chah. Setelah mengisi formulir, dikasi lah list barang-barang yang harus dibawa.

Beberapa hari menjelang hari H, teman ku menelepon dan mengabari kalo temannya yang mau nyetir itu lagi sakit, jadi ga bisa berangkat. Sementara temanku ini belum berani nyetir jauh. Ya udah, kupikir aku memang belum berjodoh dengan retret hutan. Aku bilang ke temanku, kamu putusin aza sesuai pertimbangan mu dan senyaman kamu aza. Kalo mau coba nyetir, aku siap numpang. Kalo ga jadi, I am fine too.

Malam itu, temanku menelepon dan memutuskan akan memberanikan diri menyetir jarak jauh. Perjalanan dari Hornsby station, butuh sekitar 1 jam untuk sampai Wisemans Ferry. Dari situ sambung ferry, kemudian dilanjutkan 40 menit drive ke atas gunung.

Karena jadi berangkat, aku pun menyiapkan barang-barang, di antaranya: sleeping bag, senter (penting banget), repellent (tiga barang ini aku pinjam dari housemateku -ga modal), sprei, sarung bantal, baju untuk cuaca dingin, baju nyaman meditasi, dan peralatan standar bepergian.

Ohya, dalam retret ini, peserta akan mengambil attasila (8 sila), yang salah satunya (yang paling mengkhawatirkanku) adalah "tidak akan makan pada jam yang tidak tepat", yang artinya, retret ini tak dapat dinner. Housemates ku pada bilang, kalau minggu malam kami tak menemukanmu di rumah, kami tahu penyebab kematianmu. hahhaa. Mereka sungguh mengenalku.

Aku mengecek jadwal retret, bangun jam 5 pagi, 5.30 mulai sit, chanting, SARAPAN jam 7-730 (ini yang kuingat baik-baik, meskipun di jadwal tertulis klo breakfast itu optional), disambung working meditation ampe jam 10. MAKAN SIANG jam 11 - 12. Setelah itu free practice time ampe jam 5 sore (dengan 1 jam guided meditaion di antara 5 jam itu), AFTERNOON TEA (jam 5-6), free practice time ampe jam 7, guided meditation ampe jam 8 dan ditutup dharma talk jam 8-9 malam. Setelah itu tidur.

Aku aga khawatir dengan makan siang yang jam 11 itu. Aku pun tak yakin aku bisa bertahan ampe besok pagi. Tapi ga pa pa, kupikir aku ga mungkin mati gara-gara skip dinner sekali di hari sabtu.

Tiba sudah hari H. Aku meninggalkan kantor jam 12, pulang kerumah, makan siang dan mengambil peralatan perang menuju stasiun kereta. Naik kereta jam 1.20 dan tiba di hornsby station untuk bertemu temanku. Karena temanku bilang dia bakal telat 30 menit, ditambah kekhawatiran ku akan rasa lapar, aku pun tiba2 sudah merasa lapar. Padahal aku baru makan siang kurang dari 3 jam yang lalu. Aku mampir ke toko kebab dan memesan chicken kebab. Sambil menunggu, aku menghabiskan 3/4 kebab itu.

Teman ku tiba, aku bergabung dalam mobilnya, dan kami pun menuju Wisemans Ferry. Sampai di sana, sekitar 1 jam menyetir, temanku lapar.. Wajar sih, karena emang udah jam 5. Dia pun mengeluarkan roti isi babi panggang, dan membagi satu untukku. NAH, ntah kenapa, kulahap juga si roti itu ampe habis :-(, padahal si kebab kayanya belum semua turun ke lambung ku.. Aku merasa kemelekatan ku akan makanan sangat tinggi dan bahkan terlalu tinggi. Anxiety dan fear akan lapar membuat ku makan ala monster.

Jam 6.16, kami sampai di tempat tujuan. Hutan yang dimaksud tak sebelantara bayanganku. Karena ini national park, jadi ada jalan utama yang bisa dilewati mobil, selain jalan-jalan setapak menuju tempat lain. Percakapan singkat sebelum lapor diri, temanku memulai, "eh, aku udah kasitau kan klo disini pake compose toilet?" HAH??? JENG JENG, aku tak sepenuhnya mengerti frase itu, tapi terdengar tak menyenangkan. "Apa itu Ci?" tanyaku mengklarifikasi. "Itu loh, toilet yang TAK PAKE AIR, jadi setelah deposit, kita membuang segenggam jerami ke dalam", jelasnya. WHAT?? Harusnya aku dikasi tau lebih awal, bukan pas udah nyampe di tempat tujuan. Pikiran ku mulai kemana-mana.. Membayangkan nya aza udah eneg, karena semua setoran sebelum-sebelumnya masih disana dan kita hanya menimpa di atasnya. Errrr.. Temanku sempat menyebutkan ada 1 toilet yang bisa flush pake air, tapi dia tak menjelaskan letaknya.

Mau tak mau tak ada pilihan, kami pergi melapor diri dan mendapatkan kamar, memilih tipe kerjaan untuk working meditation (aku pilih outdoor work dan temanku pilih lunch clean up) serta diberi penjelasan tentang aturan retret, noble silent etc. Beruntungnya, aku dan temanku sekamar, di dorm di ruang Metta, setidaknya kau bisa buntutin dia kemana-mana. Karena udah malam dan sesi sitting akan mulai, temanku pun menyetir menuju tempat tinggal kami. Jarak antara si office dengan dorm sekitar 5 menit jalan kaki kalo jalan pintas lewat setapak hutan, ato 7 menitan klo lewat jalan besar.

Begitu nyampe dorm, temanku menunjukkan letak compose toilet terdekat dari dorm kami. Kerennya, toiletnya dua lantai! haha. kami harus naik tangga. Lantai pertamanya itu sebuah penampungan besar. Errr. Tak banyak waktu yang kami punya, kami ke kamar dan hanya meletakkan barang, mengambil senter dan selimut meditasi, kemudian berjalan ke Sala (meditation hall). Perjalanan sekitar 10 menitan jalan kaki ke atas. Dan, aku pun merasa perlu ke toilet. Temanku mengantarku ke compose toilet dekat Sala. Bangunannya aga baru, tapi tetap aza tak menarik bagiku. Begitu masuk, tutup toilet kubuka dan tanpa napas tanpa melihat, segera nyetor dan tumpuk jerami, tutup kembali dan segera kabur. Ga ada bau sih, cuman tak berani melihat ke lubang toilet. Takut menemukan apa yang di bayanganku.. hahaa.
Tampak utuh si toilet..
Aku suka Sala nya. terbuat dari kayu dan luas. Aku kangen suasana retret, jadi aku merasa sangat bersyukur berada di Sala itu. Aku pun memilih bantal meditasi yang tersedia dan mulai bermeditasi. Pikiran masih nempel di toilet tadi dan masih membayangkan hari-hari ke depan berhadapan dengan toilet itu. Selain itu, aku juga diserang rasa kantuk yang dahsyat akibat perjalanan yang lumayan jauh. Hari pertama tak ada ceramah, hanya pengambilan refuge dan sila, serta penjelasan singkat. Dilanjutkan dengan guided meditation.

Dorm tempat kami tinggal..
Jam 9 kami pun bubar. Keluar dari Sala, gelap gulita.. Hutan beneran! tak ada cahaya lampu. Si senter pun menjadi penyelamat. Semua peserta menyalakan senter dan berjalan pulang. Aku yang penakut, cuma berani mengarahkan senter ke tanah, untuk mencegah adanya ular. Ga berani kuarahkan sembarang ke tempat lain, karena takut menemukan hal yang tak diinginkan.

Sampe kamar, mengambil sikat gigi dan handuk. Kami menuju kamar mandi untuk bersih diri. Kemudian, mau tak mau, aku harus mengunjungi si toilet dua lantai itu. Toilet ini terlihat tua, warna bangunannya juga kusam dan BAU nya KHAS jerami bakar yang tersedia di ember.. Jujur, aku merasa aga jijik pas naik ke atas. Buru-buru menyetor dan segera berlalu. mana suasana di luar juga gelap gulita lagi. Galau sekali rasanya karena kemungkinan besar besok pagi harus kukunjungi lagi toilet itu. Batin memberontak.

Malam itu aku tak bisa tidur. Aroma si toilet begitu kuat menempel dan terngiang-ngiang. Sepanjang malam, aku rasanya mencium bau itu. Bau jerami si toilet. Kekhawatiran ku akan lapar terbenam oleh kekhawatiran ku akan toilet. Aku gelisah semalaman.
Kamar kami..